Arsip Blog

Cincin Pangeran Tak Berkepala

Cincin Pangeran Tak Berkepala

Oleh : J.B. Erwin H.

            Mentari bersinar cerah dan kadang tertutup awan. Warga berbondong – bondong dengan gagahnya dan penuh persaudaraan menelusuri jalan – jalan menuju Pendopo. Kicauan kanan kiri wanita desa tak berkerudung baik muda maupun tua, tak luput mewarnai serunya perjalanan ke Pendopo. Mereka bingung, seakan penuh tanya, “mengapa seluruh warga desa mendapat undangan wajib datang  di Pendopo ?.” Rakyat pun tiba di Pendopo dengan penuh tanda tanya.

            Pendopo yang dikepung oleh segerombolan pohon beringin, berhasil membawa sensasi sejuk pada setiap orang yang mendekatinya. Suhu di Pendopo yang biasanya sejuk, tiba – tiba mulai agak memanas, bukan karena suhunya, tetapi karena sosok pria yang misterius. Dia berdiri di pojok kanan pendopo dengan jubah hitam yang menutupi mukanya. Dia terlihat sangat dingin dan sibuk dengan menggoreskan batu khusus pada pisau kecilnya. Sosok pembawa kematian atas perintah raja tersebut, terkenal dengan julukan algojo.

            Di sebelah algojo , terkapar pria tampan tak berdaya dengan muka penuh luka dan debu. Entah apa alasanya?, algojo menyeret pria tampan itu dengan penuh hina tanpa penghormatan di tengah – tengah keramain masyarakat. Raja terdiam seribu bahasa, hanya bisa mengangguk kepada algojo. Algojo pun mengunci kedua tangan dan kaki pria tampan itu dengan borgol yang terbuat dari kayu sehingga dia tidak bisa bergerak. Algojo pun melepaskan pisau dari sarungnya, pisau berkilat cahaya matahari pagi itu menggergaji leher pria tampan dengan lemah lembut dan menyiksa. Hukuman itu teramat keji dan seakan – akan setan pun menyodorkan surat ijin pensiun dini kepada Tuhan karena ada makhluk yang lebih keji daripada dirinya. Gerakan tubuh berontak pria tampan tak dapat dihindarkan karena harus menahan rasa sakit yang teramat perih, jeritan pria itu memekakan telinga warga yang menjadi saksi hidupnya. Algojo pun bermandikan darah akibat tenggorokan pria tampan menyemburkan darah. Tak lama kemudian terpisahlah kepala dari badannya. Kengerian meraja rela.

            Gubraakk…!!, seekor kucing menyenggol fas bunga dan pecah sehingga berhasil membangunkanku  dari tidur malamku. Aku terbengong melihat kucing yang sedang berciuman dengan pasangannya. Aku pun ingin merasakan cinta seperti kucing itu dengan pacarku. Tak lama kemudian aku sadar, kalau aku telah bermimpi buruk dan menimbulkan rasa kaku di sekujur tubuh saat bangun tidur. Aku meminum segelas air putih untuk menenangkan jiwaku.

            Terlintas ingin aku bercinta dengan pacarku di tempat yang gelap, tetapi aku tak dapat melakukannya karena teringat nasehat nenek, “ Anak orang jangan buat mainan, kalau benar – benar cinta, lamarlah dia, bila berjodoh, maka dia dan keluarganya menerimamu menjadi bagian dari keluarganya.” Api semangatku membara untuk menikah dengan pacarku yang bernama Susan. Aku pun berpikir keras untuk membeli cincin tunangan, tapi hanya lima puluh ribu yang tersisa di dompetku, sedangkan harga cincin ratusan ribu. Nasib, nasib.

            Seribu jalan menuju monas, seribu cara menuju kesuksesan. Aku memutuskan untuk jalan – jalan ke rumah angker dekat hunianku pada siang hari, kalau malam hari menurut penduduk sekitar banyak suara – suara aneh yang terdengar di sekitar rumah itu seraya berkata, “ aku ingin masuk,” dengan kalimat yang diulang – ulang selama tiga kali. Aku pun berpikir hantu itu adanya malam, bukan siang, oleh sebab itu lah, aku sangat santai menyisir di setiap sudut rumah angker itu. Walaupun kotor dan tak terawat, aku tak menghiraukannya.

            Kilauan cahaya merah yang berasal dari cincin di atas meja, membuatku bernafsu untuk mengambilnya dan berhasil aku dapatkan. Cincin itu sangat bagus dan berbeda dengan cincin yang lain. Aku berencana untuk melamar Susan dengan cincin yang kutemukan ini. Masa bodoh cincin ini milik siapa ?. Yang penting aku bisa melamar Susan dan menikahinya sekalian melaksanakan ibadah.

            Segerombolan wanita tua yang lupa umur itu berkicau di dekat pedagang sayur dorong dan menceritakan hantu teror. Aku mencoba untuk menguping, aku mendengar kalau semalam ada hantu yang meneror warga desa, sosoknya tinggi besar dan tanpa kepala, aku tak percaya tentang hal itu, aku  berpikir mungkin ibu – ibu mencari sensasi untuk menambah bumbu kicauannya.

            Malam minggu , malam yang asyik karena  waktu kunjung pacar telah tiba. Aku pun bergegas ke rumah Susan untuk mengajaknya ke bioskop. Setelah aku sampai di Rumah Susan, ternyata gosip itu sudah menyebar sampai kesini.. Aku dan Susan segera cabut untuk menikmati malam minggu yang dingin. Aku sengaja memilih film horror, agar kalau Susan takut, dia memelukku dan hasilnya berhasil. Ketika setan bohong – bohongan itu muncul, Susan langsung meremas tanganku dan memelukku. Setelah nonton, aku pun mengajak Susan untuk makan malam di warung pinggir jalan dengan alasan agar nasinya dapat banyak, sebetulnya aku tidak punya uang untuk makan di restoran. Setelah makan, ku usap sisa makanan yang membekas di sekitar bibirnya dan dia menatap mataku begitu dalam. Ku rasa inilah saat yang tepat untuk melamarnya. Aku mengeluarkan Cincin dari saku belakang celanaku dan ku sodorkan kepadanya dengan dibumbui kalimat – kalimat gombal. Matanya berbinar – binar dan dia menerima cincinku dan kita sudah resmi tunangan, tapi pertemuan keluarga masih belum.

            Aku pun mengantarkannya pulang dengan sepeda motor bututku yang diwariskan oleh kakek buyutku. Aku dan Susan menikmati malam – malam yang penuh gelora asmara ini. Malam yang indah menjadi malam yang tersuram bagiku. Jalan yang biasa aku lewati tidak seperti biasanya. Seperti ada membran ghoib yang berhasil melemparkanku dan Susan ke alam lain.  Aku dan Susan tersesat di suatu desa yang tak berpenghuni. Aku pun senang campur seram, senang karena dipeluk Susan dengan teramat kuat, takut karena rumah – rumah itu dan 1lingkungannya memancarkan aura yang menyeramkan.

            Tak lama kemudian, muncul lah penampakan yang sangat menyeramkan, membuat Susan tak sanggup membuka matanya karena ketakutan. Dia sosok manusia dengan perawakan tinggi besar. Dia memakai jubah hitam dan kakinya tidak menyentuh tanah. Dia membawa kepala yang diletakkan di sebelah pinggang seperti pemain sepak bola membawa bolanya. Wajahnya sangat menyeramkan. Terlihat bekas pukulan dan tendangan malaikat penjaga kubur. Pipi dan dahinya berwarna hijau memar dengan mata yang sedikit bergelantungan mau copot dan bermake up darah. Giginya bertaring dan berambut panjang. Ketika aku melihatnya, aku pun merasakan energi negatif yang menjalar di setiap darahku. Energi itu mengalir dari jempol kaki, naik sampai ke ubun – ubun. Perasaan takut tak dapat dihindarkan. Aku mengalami ketakutan yang luar biasa seumur hidupku. Udara dingin menusuk jantungku. Leherku tercekik oleh setan – setan kerdil teman hantu tak berkepala itu untuk menambah efek ketakutanku padanya. Dan aku teringat gosip yang beredar di masyarakat, ternyata sungguh terjadi di kehidupanku dan tak pernah terlupa. Tubuhku tersetrum energi ketegangan yang luar biasa disertai bulu kudukku berdiri sehingga firasatku ingin segera berlari, dan celakanya aku pun tak bisa berbicara, apa lagi berlari. Hantu itu mendekat padaku dan menyodorkan kepalanya. Aku seakan berkomunikasi dengan telepati kepadanya. Tak lama kemudian aku terserap oleh dimensi visual yang diciptakan hantu itu untuk menyampaikan pesan padaku.

            Aku terpental ke alam dimana aku pernah bermimpi seorang pria dipenggal kepalanya. Ini seperti lanjutan kisah mimpiku. Gambaran mimpi ini berganti sudut pandang ke putri raja. Putri raja sering dipanggil dengan Putri Ayu. Dia menangis di kamarnya dan ditemani anak – anak petinggi kerajaan yang cantik jelita. Dia curhat kepada teman – temannya, kalau dia ingin bunuh diri. Dia bercerita kalau pria tampan itu bernama Harto anak raja timur.

            Harto adalah pangeran bedugal pencemar nama baik dan sampah masyarakat dari kerajaan timur. Dia suka sekali dengan melakukan perilaku terlarang dimana palakunya akan sengsara dunia dan akhirat yang biasa disebut molimo. Dia suka sekali minum – minuman keras (minum) dan menelan pil yang mengandung candu narkoba (madat). Untuk membeli semua dia, bekerja sebagai penjudi kelas kakap di desanya (main) dengan uang modal hasil rampasan dan curian uang warga setempat (maling). Bila dalam tekanan setres dan butuh kasih sayang. Dia tak segan – segan mendatangi lokalisasi terdekat untuk bercinta dengan beberapa ayam desa itu (madon) dan kadang kala dia tak mau membayar kepada germonya. Suatu hari dia ingin main perempuan di lokalisasi langganannya, namun lokalisasi itu tutup, dia mencari – cari perempuan yang ingin ditidurinya. Ketika Ayu sedang mencuci baju di sungai Harto mendekatinya. Karena Harto dan Ayu adalah sepasang kekasih, dengan kalimat – kalimat buayanya, Ayu terbius dan mau untuk di ajak bercinta dengan Harto. Dia melakukan hal bejat itu di gua dekat sungai. Beberapa bulan kemudian perut Ayu membucit seperti bola dimasukkan ke kaos. Raja pun heran, apakah putrinya terkena penyakit. Raja memanggil tabib terpintar di desanya. Setelah diperiksa oleh sang tabib. Sang Tabib menyatakan kalau Ayu hamil tujuh bulan. Pada saat itulah raja sangat murka dan tidak pernah semurka ini. Raja berbicara pada putrinya Ayu tentang siapa yang menghamilinya. Ayu menjawab kalau yang menghamilinya adalah Harto. Harto berjanji untuk menikahi Ayu dengan cincin berlian merah sebagai mas kawinnya, namun janji itu tinggal lah janji. Raja pun mengutus beberapa prajurit terlatih untuk menangkap Pangeran Harto dari Kerajaan Timur. Prajurit pun cekatan dan menyisir seluruh pelosok desa dan mereka menemuka Harto. Harto dihadapkan kepada raja Barat dan dipenggal  kepalanya. Itu lah akhir cerita Putri Ayu kepada teman – teman sederajadnya.

            Keesok harinya, Putri Ayu tak tampak batang hidungnya di kerajaan dan menghilang entah kemana. Prajurit terlatih diutus raja untuk mencari putrinya. Prajurit bergegas melaksanakan perintah. Setelah prajurit menjelajahi sungai, terkapar Putri Ayu dengan keadaan tidak bernyawa dan memakai baju putih. Dia mati dengan kondisi yang mengenaskan. Sebelum terjun, Putri Ayu berusaha menggugurkan kandungannya dan akhirnya berhasil. Putri Ayu mengajak bayi mungilnya terjun dari atas jurang dan meninggal.

            Cahaya putih berubah menjadi hitam. Aku terpental ke dunia dimana pacarku memelukku rapat – rapat dan di depanku ada hantu tak berkepala. Aku langsung meraih jari tengah pacarku dan mencopot cincin merah itu. Aku berikan cincin itu kepada hantu tak berkepala. Hantu tak berkepala seraya mengucapkan terima kasih dan memberikan pesan kepadaku, “jangan melakukan molimo bila nasibmu tidak ingin sepertiku.” Aku dan Susan terpental ke alam nyata dan terdampar di tengah sawah. Aku pun melanjutkan perjalanan pulangku. Ketika di jalan aku bertemu kuntilanak dengan memakai pakaian putih dan tuyul. Mereka berdua mengikutiku seperti balapan sepeda motor. Dia berlari di samping kanan dan kiriku. Mereka berterima kasih padaku. Aku pun berpikir mengapa mereka berterima kasih kepadaku ?. Ternyata kuntilanak itu Putri Ayu, Tuyul itu anaknya, dan hantu tak berkepala itu Pangeran Harto. Dengan kembalinya cincin merah itu, dapat menyatukan cinta mereka berdua dan anaknya. Ketika di rumah sang pacar. Aku berjanji padanya untuk membelikan cincin yang lebih bagus lagi. Ketika uang sudah terkumpul. Aku membeli cincin yang ditawarkan oleh teman lamaku. Dan aku menyetujuinya. Ketika cincin yang ku pesan dari temanku itu sampai kepadaku. Ku buka kotak kecil yang sangat lucu. Setelah ku buka kotak kecil itu, aku kaget setengah mati dan ingin terjungkal kebelakang. Aku teringat pengalaman – pengalaman seram yang meneror kehidupan oleh Hantu tak berkepala. Aku menggelengkan kepala seakan tak percaya. Cincin tunangan itu berwarna merah. Dan celakanya cincin itu mirip cincin pangeran tak berkepala.